YOGYAKARTA, (PRLM).- Pasar Gemah Ripah adalah pusat perdagangan
buah di Yogyakarta. Layaknya pasar yang lain, kawasan ini juga menghasilkan
limbah, khususnya buah-buahan busuk akibat tidak dibeli. Masyarakat sekitar
pasar sempat memprotes limbah buah busuk itu, karena bau menyengat yang terbawa
kemana-mana.
Hingga kemudian, lahirlah gagasan untuk
memanfaatkan buah busuk itu menjadi sumber tenaga pembangkit listrik dan
sekarang bisa menerangi pasar.
Siti Syamsiah, koordinator program
pengelolaan sampah yang juga pengajar di jurusan Teknik Kimia, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta, mendampingi pedagang pasar itu untuk membangun
pembangkit listrik tersebut. Teknologinya diadopsi dari Swedia, karena negara
itu telah memiliki pembangkit listrik sejenis, ujar Siti.
Program awal mulai diterapkan pada 2011
dan terus dikembangkan hingga saat ini. Menurut Siti, buah busuk yang
dihasilkan Pasar Gemah Ripah bisa mencapai 10 ton per hari, jauh lebih besar
dari jumlah yang dibutuhkan sebesar 4 ton perhari.
“Kalau (mesin pembangkit) itu bisa
bekerja secara normal, daya yang dihasilkan sudah lebih dari cukup. Cuma memang
sampai sekarang belum bekerja secara maksimal. Untuk bisa maksimal itu, kita
membutuhkan beberapa peralatan yang lain. Itu yang sedang usahakan. Misalnya
mesin pengangkat sampah dari bawah ke atas, karena sekarang masih diangkat
secara manual. Pekerjanya tidak kuat kalau setiap hari harus memasukkan buah
busuk sebanyak 4 ton,” ujar Siti.
Proses pembangkitan listrik ini
dilakukan dengan memanfaatkan biogas yang dihasilkan dari buah busuk. Dari 4
ton buah busuk, bisa menghasilkan 333 Newton kubik biogas, yang kemudian
menjadi bahan bakar untuk menghidupkan generator listrik. Daya listrik yang
dihasilkan sebesar 548 kwh per hari dan bisa memenuhi kebutuhan listrik sekitar
500 kepala keluarga.
Siti menjelaskan, teknologi yang
diadopsi dari Swedia dan disesuaikan dengan kondisi di Indonesia ini memiliki
berbagai problem, baik dari sisi teknologi maupun sosial yang terus dicari
jalan keluarnya. Dalam kurun waktu dua tahun ini, terus dilakukan
penyempurnaan, agar teknologi sejenis dapat diterapkan di tempat-tempat lain,
ujarnya.
Sekretaris Paguyuban Pedagang Pasar
Buah Gemah Ripah, Edi Subagio mengatakan, komunitas pasar sangat terbantu oleh
keberadaan pembangkit listrik bertenaga buah busuk ini. Selain karena sampah
buah bisa dimanfaatkan, yang paling penting menurutnya adalah karena pedagang
kini mengenal teknologi maju yang diterapkan dalam program tersebut. Penerangan
pasar dan kawasan sekitarnya pun kini bisa diambil dari tenaga listrik yang
dihasilkan secara mandiri, tambahnya.
“Manfaatnya sejauh ini, ya sementara
untuk menerangi Sembilan titik lampu utama di pasar, dan juga penerangan di
jalan-jalan sekitar pasar. Harapannya ke depan, khususnya dari para anggota
paguyuban pedagang di pasar ini, ya kami bisa menikmatinya sampai ke kios-kios
kami,” ujarnya.